Popular posts

On Friday, February 22, 2013



Seputar oase

Itu pasir menghampar tegar
Bertumpuk,diantara batu lapuk
Tetap memantulkan setiap kenangan
Matahari atau rembulan
Yang mungkin tak pernah peduli puji dan cacian

Dan itu rumput ilalang
Tak bisa lari dari setiap petang
Hanya diam bila dingin bertandang
Menunduk saat panas menjenguk

Tak bisa meniru elang
Yang tetap riang diatas setiap kematian

Ini aku,masih berputar
mencari musim yang datar
berbaring sebentar
sebelum jadi seperti kayu bakar
yang terkapar dalam rayuan tungku
yang mekar
201104

Menggelinding

aku pernah mengerang
bermalam, bahkan berpuluh malam
dijalan, dikeramaian lalu lalang
dikamar, dalam terang dan samar
disetiap tempat, dimana dia pernah lewat

semua pojok dinding seperti terus berdering
oleh kerinduan yang kemudian mengering
jadi bagai pecahan piring
yang dilempar begitu riang olehnya
tanpa beban, walau seadanya
241104


Solatku bisu

Takbirku sekedar dzohir
Sedang batinku masih jauh mangkir
Fatihahku hanya terbaca latah
Seperti lantunan daun patah
Tertiup angin, tak tahu arah

Rukuku penuh ragu
Hanya membungkuk bisu
I’tidalkupun sering terpental
Terpantul pada dinding tebal
Dari keinginan yang terus membual

Sujudku terhalang penuh sekat
Tersimpuh sekedar syarat
Entah pasrah, entah khidmat
Entah singgah atau sekedar lewat

Diam dan bergerak
Terbaca sebatas kata
Teringat sebatas lewat

Kemudian tasyahud sedikit panjang
Kemudian salam
Kemudian kembali lengang
Lengang!!

1998 with editing

Note

kulakukan apa yang bisa kulakukan
terus saja menulis
diatas tanah lapang penuh rerumputan
penggembala, para domba ceria
cemara, belalang tanpa nama

tak bisa terus berulang
pergi pulang, laut dan daratan
demi janji yang hilang
231104



Ssst!

Ini daging, ini tulang
Ini rambut, ini kulit dan ini pakaian

Dimana tempat suka dan kesedihan

Semua berkumpul jadi menyatu
Jadi muka, tangan, kaki, punggung, dan bahu

Dimana diriku??
021204

Trotoar

tak ada keajaiban yang bisa kupersembahkan
untuk orang2 tersayang
semuanya tergantung diawan angan saja
berpencar ditiap belahan bumi masa

tak bisa bergabung jadi mendung
yang menurunkan hujan permata

selain kata, tak ada yang bisa kutata
karena setiap puisipun hanya kuselipkan saja
ditepi jembatan malam
ditrotoar senja, tanpa lampu menyala

semoga pejalan yang singgah
membawanya pada yang Kuasa
231104


Proses

biar wajahmu terluka, tak apa
matamu belum tertutup
oleh lebam pukulan para pendatang
atau sengatan pecundang

biar goresan yang ditinggalkan
terus memberi ingatan
agar jangan selalu terkalahkan

011204




Peti Mati

kenapa masih terus risau
bila memang keharusan itu
telah jadi, tertutup mati di peti

pada penyesalan
katakan saja, jangan bosan!
Pada kesalahan
Bisikan saja, tuliskan yang kau inginkan!

Biar hujan yang akan menghapuskan
Tinta warna yang tertumpahkan
011204



Saat Berdegup1

tak ada suara
hanya detak jam yang masih riang
detak jantung mengiring
melepas malam menyulam
serpihan kesadaran
pada benang panjang
yang melilitku di pembaringan

tak ada suara
hanya lampu setengah terang
dan pena yang tak bisa kutahan
merangkai keluhan
diatas putih buram

walau aku tahu
waktu bukan sekedar pemandu
pada kenangan di sebrang lautan
aku tetap tak bisa terpejam
011204

Saat Berdegup2

ramai sekali dini hari ini
semua timbul berkumpul
seperti ingin melepas rindu
dengan pelukan erat tak bisa dilepaskan

semua datang berhamburan
bagai katak dimusim hujan
meracau, dari setiap danau masa lampau

tertawa, entah jeritan tenggelam
tak bisa kubedakan
derum ingatan yang berlalu lalang
terlalu membisingkan
011204

Saat Berdegup3
tetap saja tak bisa kubungkam oleh tumpukan kelelahan
terus saja mengajakku berbincang

berhenti, tak bisa
meski berat dikepala
makin terasa melelahkan
bagai degup jantung saat ketakutan

terus saja mataku terbuka
melihat paras hati
yang kian pias bagai mati

hanya Engkau yang mengerti!
011204



Titik1

keindahan itu ada
ketika ketulusan terus dihadirkan
ketenangan itu ada
ketika kepasrahan terus dihamparkan
dan kemenangan adalah
ketika kita bisa merebut diri sendiri
020304

Titik2

cintaNya memang penuh rahasia
hingga kadang kita diberinya duka dan resah
agar hati tergugah
bahwa kita memang sangat lemah
dan menyadari
bahwa kita akan kembali padaNya
juga sendiri
161104

Titik3

de, biar tangis itu seperti gerimis manis
yang menyiram tanaman2 harapan

biar dia jatuh, tanpa mengeluh
biar mengerti warna2 bumi
yang memang sering tak seiring hati
131104


Skeptisme

di ujung jalan yang penuh iklan ini
ternyata hanya lengang
yang terbungkus lapang padang rerumputan
yang ternyata juga gersang
buntu, hanya ada dinding batu
penuh pahatan berantakan
gambar bunga, tanpa warna
matahari, tanpa cahaya
dan ratusan baris pribahasa
dari dendang para penggembala buta!
170904

Biji Ranting

relakah kau
untuk jadi biji2 yang tertimbun
dalam kegelapan berhamparan
tanah2 yang menindih tanpa perasaan
beban duka dan kesedihan

agar tumbuh jadi tunas tangguh
jadi tanaman kebaikan
yang melahirkan bunga
dan keharuman islam

atau kau hanya ingin jadi biji manja
yang tergolek diatas lantai bening kaca
karena tak ingin tersentuh noda
warna2 tanah dan luka

hingga hanya jadi biji kering
yang tak bisa jadi, walau sekedar ranting.
0504

Diam

bersamaMu, ingin aku diam tak jemu
mengeja asma yang ku bisa
dengan hati dan rasa rindu
yang tak pernah bisa kudatangkan bersamaan
seperti gelap dan malam

bersamaMu, aku ingin bisa tetap diam
dalam luka dan senyum beragam
yang Kau berikan ditiap pemberhentian
tiap pagi atau petang
sampai Engkau menjemputku pulang.
100904

Musim Dingin

berjuang dalam keriangan para belalang
saat musim dingin datang
terinjak dalam kepasrahan telanjang
antara doa2 yang terbang
dari kubah resah panjang
makin meradang

di halaman mimpi harapan
kata2 bergetar berhamburan
setelah bertahun tertimbun
ribuan tulisan tarangkum
tanpa judul yang anggun

sebagian pintu memang tak kelihatan!
120104

Lengang

kembali lagi bolong
keharumanpun jatuh terdorong
potongan keindahan pasrah digotong
sepotong demi sepotong
melepuh terbakar gosong
hanyut lagi, jadi kembali kosong!
210104

Kulsum

kau hinggap, sekejap
dengan keharuman buram
yang terus merayap tanpa harap
menyentuh bibirku-nuraniku
hinggap rapat tak bergerak

runtuh, lepas dari tubuh
hanya bunyi gemuruh
mengayuh seluruh ingatan
kehulu waktu yang makin tak kelihatan

wajah sederhana
yang masih duduk diam, seperti dendam
menunggu gelap malam, untuk terbang
mencari sarang lebah, penyengat resah

masih terus pasrah
menunggu angin berbelok arah!
030904




di ujung rintik

bila memang akan kau ingkari
lebih baik kau keringkan saja
seluruh embun
yang telah terlanjur terbetik
keluar tergantung

aku terbiasa dengan segala terik siang
atau apapun, tanpa keberatan
karena cuaca yang telah tumbuh dewasa
dari puluhan perjalanan
ratusan kelengangan
siang malam pencarian!
030704

Agnotis

aku kurang faham
atau mungkin bodoh
atau barangkali suatu kesadaran
atau kewajaran

bila kemudian aku meringis
karena terluka
atau lalu aku terbisu karena (memang) tak mampu

tapi aku tak akan mati
hingga aku dapat mencintai
bukan sekedar mendekati!
2001


Titik

Jangan pernah ada takut
Dengan smua raut hidup

Jangan ada gelisah singgah
Merebut mimpi yang sedang kau papah

Jangan peduli dengan semua gaduh yang menyentuh
Karena setiap daun yang tumbuh
Selalu siap untuk jatuh
010305



Serak

dimana aku sembunyikan lagi
rimbun rerumputan
yang telah tumbuh
jadi pohon2 besar penuh akar
memenuhi petak sempit kesadaran
yang pernah kutemukan dipotongan kesadaran

ketika tanah kerontang
menceritakan semua kemalangan
begitu riang.
080304

Episode

sisi2 jalan yang berpagar
penuh dipasang reklame bergambar
corak terang, gelap samar
menutupi seluruh celah gemuruh
setiap jengkal keinginan
yang makin terpantul, terpencil
ditrotoar tak beraspal

berulang mengerang ingin berpulang
dibungkusan sesal yang tak terbayar
berkurung murung yang telah tertimbun
080304


Itu Dunia

dekati, agar seluruh lekuknya kau kenali
setiap garis2 matanya
yang makin kerap berkedip, seperti koma2

mungkin cerita terlampau nyata
hingga banyak yang tak terlihat
karena begitu dekatnya
seperti kelopak matanya
300903

Selebaran

Sudah banyak kalimat yang terloncat
Yang tak bisa lagi kuterjemahkan
Dengan berbagai kelapangan untuk diam

Setiap hurup hanya jadi redup
Setiap koma seperti duka yang disengaja

Dan tak kutemukan lagi
Dilembar2 yang terhampar
Selain gambar diriku yang makin gemetar
220903

Detak Ini

sepanjang malam
hati seperti berputar- putar
seperti baling2 yang tersangkut akar
pasrah, atau mungkin kalah

karena seluruh isi sampanpun tumpah
terbawa arus halus gelombang keinginan
yang tak bisa kucegah
261003

Surat Malam

untuk siapa keresahan ini?
Melenggang hampir setiap petang
Menggedor semua karidor
Bagai peluru2 teror

Untuk siapa puisi2 itu?
Berserakan sepanjang ingatan
Menumpuk jadi sarang nyamuk
Karena genangan perasaan
Tak bisa lagi mengalir sopan

Kesejukan jadi seperti konsonan
Yang tak bisa dieja dengan sepenuh rasa
seperti buku2 cerita
tanpa ending nyata
281003

Klise

dingin menusuk
melewati tulang dan rusuk
mengetuk dinding hati yang mulai lapuk

menebar kenangan yang telah diam
jadi lagi menggenang
jadi bayangan
yang bersatu dengan gelap dan terang
mengepak- melayang- melewati perbatasan
yang sengaja dipancang lebar
agar musim rela bertukar
130304

Skat

jadilah lagi, kamar kecil ini sunyi lagi
tak ada yang tinggal, semua tanggal
setelah pintu dan jendela rontok
tersapu hasrat yang terpojok

akhirnya, kembali lagi
mencari sumber angina kemarin2
disetiap lembar daun2 kering, di sela tebing
untuk sekedar keharuman pengobat kerinduan
yang lama tersimpan di pot2 tanpa tanaman
0204

Salam Rindu

karena cinta, daun2 itu gugur
memenuhi panggilan kerinduan
yang lama dititipkan
ditiap tetes embun, di tiap daun
yang juga terus menjelaskan
arti warna2 ketulusan

pada tiap ranting kering, hening

setelah semua kesegaran terbawa terbang
beberapa hembusan keinginan
angin, burung
pepohonan, angan2
160304

Teori

kapan diterapkan rumus
yang telah banyak terbungkus halus
dalam kardus berlabel khusus?

Panas di sebrang telah hampir membuatnya hangus

Tak adakah yang bisa mengirisnya
Lebih sederhana
Agar aku dapat membawanya
Pulang ke desa!
071203


Gerhana

tertidur lagi aku dalam kelelahan
setelah malam tergelincir riskan
dalam kekalahan diam2

saat gerhana dan purnama berebutan
rembulan terjepit lagi
dalam hasrat dan kelemahan!
100404

Siklus

tak ada yang bisa memaksanya turun
jadi seperti rintik hujan beruntun
jatuh memenuhi panggilan kekeringan
berbagai bidang manis
yang sangat romantis

karena debupun memang pasrah menunggu
karena samudra dan udara
telah menjanjikan kehidupan berikutnya

kembali di angkasa tanpa luka.
280304



Fotosintesis

aku telah lupakan
namamu di surat2 harian
yang pernah selalu kutulis sepanjang lengang
kemudian kulempar ke tanah lapang

agar saat pagi kembali
mengganti sampulnya dengan warna segar
hijau daun, rerumputan harapan

yang pernah dititipkan ditiap goretan
cahaya matahari
280304

Janji

kita sepakat menyimpannya begitu saja
jadi lukisan yang terbentang
begitu saja

tergantung tanpa tali
atau bingkai sekedarnya
begitu saja

di angkasa dekat matahari
agar jadi pelangi saja
saat gerimis, saat kau menangis
begitu saja
140404

Utk ibu!
Ada yang ingin aku tuliskan
Tentang waktu yang berlalu diam
menumpuk jadi satu lembaran
Yang entah akan terbuang hilang
Atau sekedar bisa dikenang

Seperti hari yang cepat berganti
Telah sembunyi, bahkan mati
Tak akan bangkit lagi
Apalagi bernyanyi

Hanya esok dan setelahnya
Yang mungkin masih bisa kita sapa
Dengan bermacam harapan dan asa!

Ibu, andai dunia berputar
Kian gemetar
Semoga kita tetap berdiri tegar!

Andai siang tak bisa lagi terang
Semoga kita masih bisa tenang dan lapang
Dan andaipun malam
Tak didatangi lagi oleh rembulan
Semoga hati kita tetap jadi penerang setia
Yang tahan menerima semua luka!

Ibu..
Sungguh rasa pahit yang melilit
Tak akan mampu mengikat kita dalam rasa sempit
Bila kita mereguknya dalam cawan kepasrahan
Penuh warna kelapangan
Yang memang harus digoreskan berulang-ulang!

Karena duka seperti udara
Yang akan tetap ada
Selama kita ada

Semoga kita tak pernah putus asa!
2004




SENYUM TERPASUNG

Aku melaluinya seperti lembutnya rasa
Yang kadang harus tak menjerit
Demi berlangsungnya cerita

Aku meresapinya seperti udara
Yang juga pernah menawarkan nama nama
Para pencari pulau cahaya

Dalam dua belas bintang
Yang terhitung saat petang menjelang
Masih tampak engkau berdiri
Memohon matahari agar tak pergi

Hingga tanah yang engkau pijak retak
Dan jasadmu berserak harum, jadi bunga sekuntum

Dan kini aku ingin sekali menemuimu
Ayah!
02112002

ADA

Ada sesuatu dalam waktu
Yang tak terasa namun penuh gema
Ada banyak teka-teki
Yang tak bersuara namun penuh makna

Ada dimensi yang tak bisa ditemukan dengan berjalan
Tak biasa di cari walau dengan berlari

Ada keindahan yang hanya bisa didapatkan dengan diam
Dengan ketidak biasaan
Dengan keterasingan
Dengan kepasrahan
Dengan kesedihan
Bahkan kematian

Karena mutiara2 pun tersembunyi didasar lautan!
2003


Untuk para sahabat

Lebih dari setengah perjalanan
Dipadang ramadlan yang penuh rembulan
Berlalu dengan indah dan pelan

Apa yang telah kau dapat sahabat?

Apakah lapar yang kau temui telah mengajarkan padamu
Tentang kasih sayang yang makin jarang?
Tentang kebersamaam yang juga ikut tenggelam
Tertimpa berlapis kepentingan?

Apakah dia telah mengajarkanmu
Tentang arti kesabaran, makna keimanan?
Atau itu sekedar pemantas keadaan
Dan kemudian kau kenyang sepanjang malam?

Apakah dia juga telah memberitahumu
Kabar teman2, saudara2 seiman
Yang selalu melewatkan malam dijalan
Di bawah jembatan, di penampungan2
Dalam ikatan duka dan kelaparan?
Atau dia hanya mengajarkanmu menu2 makanan?

Sahabat tercintai…
Bila puasa itu sekedar dahaga
Sedang mulut dan mata masih terbuka bagai jendela
Menerima semua hembusan dan aroma
Dengan penuh suka
Lalu, kapan lencana takwa pantas diterima?

Dan bila ramadlan itu
Sekedar keriangan menjelang petang
Atau sekedar keletihan dan tidur yang makin panjang
Kenapa para sahabat nabi harus berbulan berdoa
Berharap dapat berjumpa

Sahabat, waktu kita tak tentu berulang..!
-Puasa1425H-

Ambivalen.

Terlalu kuat untuk kulepaskan
Apa yang telah terikat
Terajut jadi perasaan dan keinginan
Tanpa bentuk tanpa harapan
Apalagi kosong dari kerisauan
Aneka kemungkinan yang terus melayang-layang

Inikah keadaan seadanya itu?
Inikah perjalanan tanpa tujuan itu?
Inikah puisi2 para penyembah rasa itu?

Atau inikah awan2 utusan
Yang sengaj menggumpal kelam tersulam
Untuk memberitahuku
Bahwa matahari yang ku banggakan
Telah lama tenggelam!

Sungguh terasa risau, seperti meracau
Karena detik2 yang lentik telah terlampau cantik
Tarlalu manarik, hingga leherku tercekik
Membela nafas yang pernah meluas
Meretas lembah2 susah
Mencari padang bertuah

Lalu, seberapa bait lagi puisi ini ku tulis rapat?
Entah apa judulnya yang tepat
Tak jelas pula irama yang didapat
Awal dan akhir, sekedar jauh dan dekat
Intuisi, atau sekedar apresiasi pekat
Naluri yang terus terikat hasrat

Jauhnya parit yang tlah tergali
Dalamnya hampir menimbun hati!
0105

Hijrah

Setelah semua tertutup semak
Yang tiba2 tumbuh cepat
Disekitar pantulan2 bintang
Yang ditebarkan dalam setiap kemungkinan
Luang, namun tanpa warna riang

Aku sepertinya harus pergi
Dari kekisruhan ini

Harus sendiri, menghitung jarak
 harus ku lewati, walau dengan merangkak
050305




 Dariku Untukmu

Ada apa lagi teman?
Kenapa pulang pergi berulang-ulang?
Berlari- lari seperti ingin sembunyi
Atau sekedar mencari kepuasan diri?

Haruskah selalu menunggu gelap
Hingga semua jalan tak tampak
Lalu berharap bulan kembali hinggap?

Haruskah selalu menunggu duka tiba
Untuk kembali mengingatNya?
Haruskah menanti hidup kembali terbata- bata
Baru mencari jalan meminta padaNya?

Haruskah menunggu terus
 sampai nafas kita terputus?
Atau terus menanti
Sampai nadi kita berhenti?

Haruskah menunggu masa
Saat kaki kita bercerita
Tangan kita mengisahkan semua?

Haruskah menungu waktu
Sampai kita tak mungkin lagi bertemu?

Aku masih menunggumu!
120305

Amiin..

Kuatkan tangan ini
Memegang panji ini
Bukakan mata ini
Menatap jalan ini
Tajamkan telinga ini
Menerima seruan ini

Teguhkan hati ini
Bersama risalah ini
Tegakkan kepala ini
Bersama barisan ini
Tetapkan kaki ini
Bersama gerak ini

Biar jiwa ini
Mampu mencium bau surgawi
Dari bumi
Amiin!
120305

Basi
Kenapa lagi, begitu lagi
Selalu basa- basi
Dikedepankan jadi bak putri
Pengantin kekosongan
Di deretan keramaian panjang

Cepat katakan saja
Aku sudah pandai mengeja!
300205


Blank
Seluruh ingatan telah lusuh
Terjatuh dalam keinginan2 tak tersentuh
Hingga jadi sekedar debu
Yang hanya bisa menunggu
Hujan turun membawa arti kekosongan
Bersama daun- daun
Menyusun pantun- pantun anggun
1104

Dari Titik

Belajar darimu
Bukan dari kata-kata itu
Dari mulutmu dan matamu
Bukan dari warna baju

Belajar dari keadaan saja
Bertahan dalam ketidakinginan
Diam dari dingin yang mengacaukan

Dalam detik dan titik
Yang berjalan lugu dan sopan
Namun penuh harapan
300205

Disini

Kau menungguku dimana?
Di ruas daun melatikah?
Atau sekedar duduk di batang keadaan
Yang makin rapuh oleh keadaan?

Kau mencariku dimana?
Di ruang para pendongengkah?
Atau sekedar berputar- putar
Di taman angan2 buram
Sambil memanggilku berulang?

Kau di mana?
300205

Afwan ukhti!

Tetap harus kutahan
Semua bunga yang makin mengembang
Rimbun, tumbuh beruntun
Membuat taman berlimpah
indah, namun tetap berdarah!

Biar kutahan saja
Semua bunga yang terus tumbuh ria
Tanpa sengaja!

Biar kusimpan tanpa harapan
Tanpa harus ada judul panjang

Biar hanya Pemilik senja
Yang mengetahuinya!
110305

Potret

Rebah lagi aku, dalam resah yang lugu
Keluh kesah tumpah berlimpah
Dari bejana2 petuah
Yang tak mampu lagi kuhias indah

Jari2ku tertekuk, tak bisa memeluk
Tangan2 hanya bisa meregang
Bak orang hampir tenggelam

Tengadah, pasrah
Terpejam, menghindari kelam
Yang datang makin telanjang
150205

Bukan Prasasti

Aku ingin menemanimu
Mengeja setiap aksara2 di papan usia
Agar terbaca penuh makna, tak sekedar jeda
Antara alam sini dan sana

Aku ingin menemanimu, bukan dengan janji
Atau kata2 penuh puji
Yang bisa kutebar disetiap pojok hati
Dan pergi sesuka hati

Aku ingin menemanimu, sperti malam
Bertemu pagi, pergi dan kembali
Seperti air yang tak bisa dilukai
Walau tertusuk berulang kali

Seperti dahan menjaga dedaunan
Kemudian jatuh terlupakan
Hanya bersimpuh penuh
Agar bisa kembali tumbuh utuh teguh.
1104

Asongan

Itu busa yang menghisap semua sisa
Wacana yang tercecer dilantai tanpa alas

Serambi terminal kota pesona
Yang selalu penuh calon penumpang
Pencari ‘ketenangan’

Berjubel calo, mengecoh bak beo
Menirukan suara berbagai irama
Yang pernah mengalun
Selebar masa yang beruntun
Menjajakan ‘keselamatan’ tanpa penjelasan
170304

Temaram

Musim dingin berulang
Kenangan terpaksa kembali beterbangan
Tersapu kepak sayap
Para belalang ladang kesenangan
yang juga berusaha terus terbang
mengais sisa kenangan, tentang kemenangan
yang tetap terus terinjak, tanpa bisa teriak

diantara lampu redup terang
halaman mesjid nabi
makin malam, makin menggelisahkan
140404

Sungai Mati

Sama sekali basi
 Tak bisa ditutup lagi
Terlalu berani menyanyikan janji

Hingga serasi yang disusun berribu hari
Terurai jadi angin sore lagi

Musim panas, tanpa hati
Mengiring lagi jadi sekedar bunyi
Angsa2 berlari!
190205


Proton

Kubiarkan debu2 terhirup
Hidungku yang menyentuh alas sujud
 penuh risau tanpa wujud

Biar jadi teman perjalanan nafasku
Melewati lilitan urat nadi
Yang telah jadi sumbu sepi
Diseluruh organ ketaatanku

Biar lusuhnya menyentuh dahiku
Membangunkan seluruh ingatan
Yang terus roboh tertimbun angan2!
200404

Puihhh!

Dimulai pagi ini lagi
Diterbangkan lagi
Menunggu ilham arah mimpi ditiupkan

Sebelum kembali terhirup
Dalam lubang balon
Terkurung warna tipis
Yang suka membawa tangis

 dipaksa menggelumbung
Oleh keadaan yang terus menguap
Terbakar sayap2
Terus menyala dalam senyap
240404




Cut!!!!

Siapapun yang akan kau pilih
Sepanjang jalan nanti

Takdir telah lebih mendahului
Malamarmu jadi pandampingnya yang sejati

Tanpa mahar, penuh saksi
Tanpa sadar, pasti terjadi!!
2005



Etika

Karena tak ingin hilang
Karena ada yang dilarang
Walau kukarang
Aku tetap tak jadi pulang
Ke sebrang lingkaran

Berhenti saja
Di pematang yang pasrah
Terlentang tanpa beban gelisah

Menulis kembali bait2 tipis
Yang terus meringis
Menyimpan teka- teki yang tak kunjung habis!
11104

Pesan dahan

Harus mendaki sedikit
Meninggalkan aroma dedaunan
Teh, cengkeh, dan rombongan2 riang
Yang berulang mengundang

Mendakilah lagi sedikit, melewati bukit
Yang pernah disapa saat kecil
Saat senang atau sulit
Saat menulis berhelai bait
Di deretan pohon2, tiap petang
Di sela suara adzan

Hijau daun, buram didahan
Ujung ranting, hamparan awan
Ketulusan yang terpilan
jangan terkelupas dari dahan
060304

Stagnasi

Masuk saja ke dalam celah2 basah
Digumpalan otakku
 Yang sarat syaraf kebingungan
Ketiadaan jawaban
Dalam kurungan cerita keadaan

Waktu tanpa judul baku
Makin basah
Tersiram limbah getah
Masuklah tanpa harus ada serapah!


Sumber  : Ust Ahmad Muzakki Kamali ( http://muzakkikamali.blogspot.com/ )



Aku Merindukanmu, O Muhammadku

Oleh : KH. Ahmad Mustofa Bisri





Aku merindukkanmu, O Muhammadku

Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah

Menatap mataku yang tak berdaya

Sementara tangan-tangan perkasa

Terus mempermainkan kelemahan

Air mataku pun mengalir mengikuti panjang jalan

Mencari-cari tangan

Lembut-wibawamu



Dari dada-dada tipis papan

Terus kudengar suara serutan

Derita mengiris berkepanjangan

Dan kepongahan tingkah-meningkah 

Telingaku pun kutelengkan

Berharap sesekali mendengar

Merdu-menghibur suaramu



Aku merindakanmu, O Muhammadku



Ribuan tangan gurita keserakahan

Menjulur-julur kesana kemari

Mencari mangsa memakan korban

Melilit bumi meratas harapan

Aku pun dengan sisa-sisa suaraku

Mencoba memanggil-manggilmu



O Muhammadku, O Muhammadku !



Dimana-mana sesama saudara

Saling cakar berebut benar

Sambil terus berbuat kesalahan

 Qur'an dan sabdamu hanyaah kendaraan

Masing-masing mereka yang berkepentingan

Aku pun meninggalkan mereka

Mencoba mencarimu dalam sepi rinduku



Aku merindukanmu, O Muhammadku 



Sekian banyak Abu Jahal Abu Lahab

Menitis ke sekian banyak umatmu



O Muhammadku -selawat dan salam bagimu-



Bagaimana melawan gelombang kebodohan

Dan kecongkaan yang telah tergayakan

Bagaimana menerangi

Umat sendiri? O Muhammadku



Aku merindukanmu, O Muhammadku



Aku sungguh merindukanmu



Untuk Ali Jabbar dan Usma Awam di Basrah



Inilah Basrah...

Tanah batu putih...

Tak pernah berhenti memerah...

Tak pernah lelah dijarah sejarah...



Inilah Basrah...

Pejuang Badar bernama Utbah

Membangun kota ini atas perintah Umar A-Faruq sang Khalifah

Entah matra apa yag dibaca ketika meletakkan batu permata

Sehingga kemudian setiap jengkal tanahnya..

Tak henti-henti merekam nuansa seribu satu cerita



Basrah yang murah... Basrah yang merah...

Basrah yang ramah... Baasrah yang pasrah...



Kota yang terus membatasi penduduknya

Dengan menambah jumah syuhada...



Inilah Basrah... 

Disini Ali dan Aisyah... menantu dan istri nabi

Mengumpukan dendam amarah...

Ghirah terhadap keyakinan kebenaran...

Setelah mengantarkan Az-Zubair dan Al-Haq,

 Hawari-hawari nabi ke taman kedamaian abadi yang dijanjikan



Inilah Basrah...

Disini Abu Musa dan Abul Hasan

Mematrikan nama Al-As'ari pada lempeng sejarah

Inilah Basrah...

Disini berbaur seribu satu aliran 

Disini sunnah, syi'ah dan mu'tazilah,

Masing-masing bisa menjadi bid'ah

Di sini berhala pemutlakkan pendapat terkapar oleh kekuasaan fitrah...



Inilah Basrah... mimbar khalwat Al-Hasan A-Bashari dan Rabi'ah...

Inilah Basrah... tempat bercanda Abu Nuas dan Walibah...

Inilah Basrah... tempat Al-Musayyab dan syair-syairnya

Menghidupkan mirwat yang wah...



Inilah Basrah...

Tangan takdir penuh misteri

Menuntunku... tamu tak diundang ini kemari

Aku menahan nafas...

Inikah Basrah...



Inilah Basrah... setelah perang Irak Iran

Korma-korma yang masih pucat melambai ramah...

Para pemuda, gadis dan bocah

Menyanyi dan menari tahniyah

Untuk penyair mirbat yang berpesta merayakan

Entah kemenangan apa



Di sini jumat siang 25 Jumadil Ula

Sehabis menelan dan memuntahkan puisi-puisi kebanggaan 

Ratusan penyair dengan garang berhamburan menyerang kambing-kambing guling...

Ikan-ikan shatul arab yang dipanggang kering

Nasi samin dan roti segede-gede piring...

Anggur dan korma kemurahan Basrah

Aku dilepas takdir ke tengah-tengah mereka...

Mengeroyok meja makan yang panjang...

Menelan puisi dan saji...

Sambil kuperhatikan wajah-wajah para penyair...

Kalau-kalau... ah...

Sampai Walibah dan Abu Nawas pun tak tampak ada...



Inilah Basrah...

Bersama para penyair yang lapar... kutelan semuanya...

Bersama-sama menghabiskan apa yang ada...

Sampai mentari ditelan bumi...

Dan aku pun tertelan habis-habisan...

Basrah mulai gelap...

Barangkali adzan maghrib sudah dikumandangkan...

Tapi tampaknya tak satupun yang mendengarnya...

Kami kekenyangan semua...



Dan aku, sambil bersendawa,

Merogoh saku mencari-cari rokokku...

Terasa kertas-kertas lusuh sanguku dari rumah...

Puisi-puisi sufistik untuk A-bashari dan Rabi;ah...

Tiba-tiba... aku ingin muntah...

Kuliah kedua zahid basrah itu... di sudut sana sedang berbuka

Hanya dengan air mata...



Aku ingin lari bersembunyi tapi kemana...

Tuhan... berilah aku setetes saja air mata mereka...

Untuk mencairkan batu di dadaku...

Basrah... tolong, jangan rekam kehadiranku...



Basrah, 1410 H

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments