Popular posts

Archive for 2014

Wednesday, March 5, 2014

Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ‘Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ‘Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ‘Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ‘Utsman, ‘Abdurrahman ibn ‘Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ‘Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ‘Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ‘Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

‘Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. “Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ‘Ali.

“Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

‘Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ‘Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ‘Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ‘Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ‘Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, “Aku datang bersama Abu Bakar dan ‘Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ‘Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ‘Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ‘Umar melakukannya. ‘Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

‘Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. “Wahai Quraisy”, katanya. “Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ‘Umar di balik bukit ini!” ‘Umar adalah lelaki pemberani. ‘Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ‘Umar jauh lebih layak. Dan ‘Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti
Ia mengambil kesempatan
Itulah keberanian
Atau mempersilakan
Yang ini pengorbanan
Maka ‘Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ‘Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ‘Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Di antara Muhajirin hanya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ‘Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

“Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. “Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. “

“Aku?”, tanyanya tak yakin.

“Ya. Engkau wahai saudaraku!”

“Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

“Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

“Engkau pemuda sejati wahai ‘Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, “Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

“Entahlah..”

“Apa maksudmu?”

“Menurut kalian apakah ‘Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

“Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,

“Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”

Dan ‘Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ‘Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

‘Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ‘Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu” ini merupakan sisi ROMANTIS dari hubungan mereka berdua.

Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:

“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4)

Sifat Fisik Rasulullah SAW


Para ulama menfatwakan bahwa sesungguhnya bagian dari iman yang sempurna terhadap Nabi Muhammad saw adalah mempercayai bahwa Allah swt menciptakan jasad Nabi Muhammad saw yang mulia dalam rupa yang tidak ada kesamaannya, sebelum dan sesudanya. Beliau diciptakan oleh Allah swt dengan bentuk dan rupa yang paling indah yang mencakup seluruh keindahan dan ketampanan.

Rasulullah saw adalah orang yang paling tampan dan menawan bila dipandang dari jauh dan sangat bagus dan manis bila dipandang dari dekat.

Al-Barro' bin Azib berkata, ''aku belum pernah melihat orang berjamban hitam dan berbaju merah yang lebih bagus daripada Rasulullah saw''.

Abu Hurairah berkata, ''saya tidak melihat sesuatu yang lebih indah daripada wajah Rasulullah saw, seolah-olah matahari bergerak di wajahnya, dan ketika senyum wajahnya berkilau seperti bulan purnama''.

Anas bin Malik r.a berkata, ''saya tidak pernah menyentuh sutera yang lebih halus daripada telapak tangan Rasulullah saw, dan saya tidak pernah mencium aroma apapun yang lebih harum daripada Rasulullah saw''.

Ali bin Abi Thalib K.w. Apabila melukiskan fisik Rasulullah saw , selalu berkata, ''Rasulullah tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, sedang perawakannya diantara setiap kelompok orang, rambutnya tidak keriting dan tidak lurus, tetapi mirip berombak, tidak terlalu gemuk badannya, dan tidak terlalu bulat wajahnya, lembut pipinya dan berwarna putih kemerahan, sangat hitam dan lebar matanya serta lentik bulu matanya, berambut dadanya, indah dan besar pangkal pundaknya. Apabila menoleh, maka menoleh secara sempurna, dan jika berjalan agak bergoyang dan tegap. Diantara dua pundaknya terdapat tanda kenabian. Beliau Nabi terakhir, penutup nabi-nabi , lapang dada, tanggap dan fasih, lembut wataknya dan bagus pergaulannya, orang yang melihatnya secara spontan pasti takut karena wibawanya dan orang yang biasa bergaul dengannya pasti mencintainya, orang yang melukiskan Beliau akan berkata: saya belum pernah melihat orang seperti beliau sebelum maupun sesudahnya (HR. Tirmidzi).

Mari kita Bershalawat kepadanya,, Shollu 'Ala Nabii Muhammad...

Sumber: buku berjudul 'Aqidah Ahlussunnah wal jama'ah (Aswaja) oleh Al Habib Zainal Abidin Al Alawy.

Rasulullah dan Seorang Tukang Batu

Thursday, February 13, 2014


Bismillahirrahmaanirrahiim
Diriwayatkan pada saat itu
Rasulullah baru tiba dari Tabuk,
peperangan dengan bangsa
Romawi yang kerap menebar
ancaman pada kaum muslimin.
Banyak sahabat yang ikut
beserta Nabi dalam peperangan
ini. Tidak ada yang tertinggal
kecuali orang-orang yang
berhalangan dan ada uzur.
Saat mendekati kota Madinah, di
salah satu sudut jalan,
Rasulullah berjumpa dengan
seorang tukang batu. Ketika itu
Rasulullah melihat tangan buruh
tukang batu tersebut melepuh,
kulitnya merah kehitam-hitaman
seperti terpanggang matahari.
Sang manusia Agung itupun
bertanya, “Kenapa tanganmu
kasar sekali?"
Si tukang batu menjawab, "Ya
Rasulullah, pekerjaan saya ini
membelah batu setiap hari, dan
belahan batu itu saya jual ke
pasar, lalu hasilnya saya
gunakan untuk memberi nafkah
keluarga saya, karena itulah
tangan saya kasar."
Rasulullah adalah manusia
paling mulia, tetapi orang yang
paling mulia tersebut begitu
melihat tangan si tukang batu
yang kasar karena mencari
nafkah yang halal, Rasulpun
menggenggam tangan itu, dan
menciumnya seraya bersabda,
"Hadzihi yadun la tamatsaha
narun abada", 'inilah tangan
yang tidak akan pernah disentuh
oleh api neraka selama-
lamanya'.
***
Rasulullah tidak pernah
mencium tangan para Pemimpin
Quraisy, tangan para Pemimpin
Khabilah, Raja atau siapapun.
Sejarah mencatat hanya putrinya
Fatimah Az Zahra dan tukang
batu itulah yang pernah dicium
oleh Rasulullah. Padahal tangan
tukang batu yang dicium oleh
Rasulullah justru tangan yang
telapaknya melepuh dan kasar,
kapalan, karena membelah batu
dan karena kerja keras.
Subhanallah, alangkah mulianya sayyidina

Pesan Imam Al Ghazali


1.Apabila berjumpa kanak-kanak
anggaplah mereka lebih mulia daripada
kita kerana mereka belum dibebani
dengan dosa.
2.Apabila berjumpa dengan orang tua,
anggaplah mereka lebih mulia daripada
kita kerana mereka lebih lama
beribadah dari kita.
3.Apabila berjumpa orang Alim,
anggaplah dia lebih mulia dari kita
kerana banyaknya ilmu didadanya.
4.Apabila berjumpa orang jahil
anggaplah mereka lebih mulia daripada
kita kerana mereka melakukan dosa
dalam kejahilan sedang kita melakukan
dosa dalam keadaan mengetahui.
5.Apabila berjumpa orang jahat jangan
anggap kita mulia sebaliknya berkata
mungkin orang itu akan bertaubat
pada masa tuanya sedangkan kita
belum tahu bagaimana pengakhiran
hidup kita.
6.Apabila berjumpa orang kafir katakan
belum tentu dia akan kafir selama-
lamanya.

Belajar Pada Uwais Al Qornie

Tuesday, February 11, 2014

Hari ini kita harus belajar banyak pada Uwais al-Qornie (w. 657 M). Belajar untuk tetap yakin bahwa Allah
SWT pasti akan membalas sekecil apa pun kebaikan kita, meski sepi dari apresiasi manusia.

Sosok sejarah ini teramat agung di mata Allah dan Rasul-Nya. Buah keikhlasan dan kesabarannya, Allah SWT menyilahkan sebelum beliau masuk surga nanti untuk memberi syafaat kepada dua kaumnya dan Nabi menyebutnya sebagai orang yang sangat terkenal di Langit meski tidak dikenal di bumi.

Sosok tabi’in mulia ini sebenarnya hidup di masa Rasulullah SAW namun karena tidak berjumpa dengan beliau, maka bukan berkategori shahabat.

Definisi shahabat dalam Ilmu Hadits adalah mereka yang hidup di masa Rasulullah SAW, beriman kepadanya dan pernah berjumpa atau melihat meski sekali wajah Rasulullah SAW.

Uwais, pemuda asal Qaran, Yaman ini hari itu berpamitan kepada ibunya untuk pergi ke pasar ternak. Ibunya yang sudah sepuh dan lumpuh memberinya restu.

Di salah satu sudut pasar pemuda bersuku Muraad ini membeli lembu atau kerbau yang masih kecil.  Setelah deal harga, lelaki berwajah belang karena penyakit sopak ini membawanya pulang dengan memanggulnya.

Hari-hari Uwais yang dikenal sebagai penggembala kambing ini kini dilaluinya dengan aktivitas yang aneh.
Setiap pagi dan sore, Uwais menggedong lembunya dari rumah menuju bukit yang ia buatkan kandang di atasnya.

Jelas saja, aktivitas nyeleneh ini hanya menambah daftar cemoohan orang kepadanya yang memang bagi Uwais sendiri adalah menu akrab sejak sepeninggal ayahnya, Amir ibn Juz ibn Muraad al-Qairani.

Lebih-lebih setelah dirinya mengidap penyakit sopak yang membelangkan tubuhnya. Panggilan gila sering mampir di telinganya.

Kini sehari-hari Uwais memanggul lembu dari rumah ke bukit. Dinikmatinya setiap ejekan tetangga, karena dalam benaknya hanya satu; fisik beliau semakin hari semakin kuat hingga jelang bulan haji ia bisa menggendong sang ibu untuk berangkat menunaikan rukun Islam kelima di Tanah Bakkah atau Makkah.

Rupanya ini jawabannya; ia membeli lembu kecil dan lalu memanggulya setiap hari adalah dalam rangka melatih fisiknya supaya terbiasa dan kuat saat bulan haji nanti tiba.

Sejak ibunya yang buta dan lumpuh itu menyampaikan hasrat hatinya ingin berangkat haji, Uwais hanya bisa memaku-merenung.

Dirinya bukan orang berpunya; hasil gembala kambing habis hanya untuk makan dirinya dan ibunya di hari itu. Sementara dirinya teramat ingin membahagiakan sang ibu. Sehingga tercetuslah ide membeli lembu.

Kini bobot lembu sudah mencapai 100 kg, dan aktivitas nyeleneh ini pun disudahinya. Dan di pagi itu Uwais merapat kepada sang bunda. “Ibu, mari kita berangkat haji” “Dengan apa, Nak! Mana ada bekal untuk ke sana.”
Sahut sang ibu dengan raut kaget.

”Mari, Bu. Aku gendong ibu. Perbekalan insya Allah cukup. Jatah makanku selalu aku tabung. Fisik ini insya
Allah sudah cukup kuat,” ujar Uwais meyakinkan sang ibu.

Sang ibu hanya bisa memburai air mata. Dan pagi itu Uwais sang anak shaleh ini menyaruk kaki, melintasi
sahara panas dengan menggendong sang ibu tercinta.

Berminggu-minggu ia lewati perjalanan mission impossible sejauh 600 km ini dengan penuh ikhlas dan sabar. 

Sampai akhirnya Ka’bah pun sudah berada persis di depan matanya. Mereka berdua pun akhirnya berhaji,
menyempurnakan keberislaman mereka.

Allahu Akbar. Perjuangan yang berbuah manis. Benarlah janji Allah, setiap kebaikan sekecil apa pun kebaikan itu pasti akan ada balasannya dari Allah. Sungguh setiap langkah Uwais telah menggetarkan langit.

Pantaslah para malaikat terkesima dan membalas tasbih tak henti. Bakti yang luar biasa dan amal kebaikan yang tak bertepi dari Uwais mengangkat diri beliau sebagai sosok yang sangat masyhur di seantero langit. 

Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib pernah diminta Rasulullah untuk memintakan doa kepada Uwais al-
Qornie. Karena doanya tidak berpenghalang dan pasti diijabah. Bagaimana dengan kita, siapkah belajar
kepadanya? Insya Allah.

[Oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/10/24/mv6hbz-belajar-pada-uwais-alqornie]

"Jika engkau orang yg selalu berbuat taat dan kebaikan,kemudian engkau terjerumus pada suatu dosa dan kesalahan,maka janganlah putus asa dan jgn terlalu memikirkannya,itu adlh cobaan dari allah,yg ingin memberi tahu dirimu akan kelemahanmu dan kehinaanmu di hadapan-Nya,yg menginginkanmu tuk selalu meminta dan berharap kpd-Nya..jgn biarkan dirimu terpuruk oleh kesalahan dan dosa dosamu,tetaplah melangkah kedepan,didepanmu ada tangga menuju allah,.menujulah kpd allah meskipun dgn keadaan terpincang-pincang"(habib umar bin hafidz/ma'alim adduat hal 14)

Keep on shalawat
Jangan bosan

Sungguh, dlm jln takdir yg bgtu lengkap dgn segala peluang dan perangkap,.dgn semua cerita duka dan tawa pelengkap,.Kadang bgtu saja hinggap, rasa perih yg meresap,.dlm ktidakberdayaan yg merayap,.dlm diam tapi mnggetarkan syaraf..mlukis  ribuan senyap mnjadi wujud2 harap,.membaitkan setiap doa jd rindu yg meratap ratap,.hingga seringkali menahan mata utk lelap..mengusir lelah keluar dr setiap atap..bahkan mengulang khilaf dan khilaf..sambil trus truntai prmohonan ampun dan maaf..!!
andai rasa sperti ini, Dia hadirkan di hatiku hanya utkmu,. Dia datangkan lengkap dgn namamu..wahai Engkau yg terpantas utk dicinta tuntas.. Wahai yg menyayangiku bahkan sebelum bertemu.. Wahai Rosuulalloh..wahai Rosuululloh..wahai Muhammad bin abdulloh..

#sahabatshalawat

Anak Kecil, Sandal, dan Imam Abu Hanifah

Suatu hari imam abu hanifah bertemu dgn seorang bocah miskin yg memakai sendal kayu lalu beliau berkata kepada anak kecil itu,,,hati2 menggunakan sendal kayu itu nanti kamu bsa terpeleset ,,lalu anak kecil itu bertanya siapakah nama anda???,,lalu beliau menjawab namaku adalah nuam (nama imam abu hanifah),,,lalu anak kecil itu berkata,,,ohh jadi engkau yg d sebut org2 imam adzom (agung),,,lalu abu hanifa h menjawab: itu hanya gelar yg d berikan masyarakat saja,,,lalu anak kecil itu berkata: hati2 dgn gelarmu itu,,klo sendal ini hanya membuatku tergelincir di dunia,akan tetapi gelarmu itu bsa menggelincirkanmu di dunia maupun d akhirat,,,sketika itu imam abu hanifah menangis sejadi-jadinya

Sahabat Shalawat

Suku Mauritaniyyah Mengajarkan Nikmatnya Menuntut Ilmu

Suatu waktu aku berbincang dengan Ustadz Abdullah Zaidi dan ia bercerita kepadaku...

"Anta tau tidak kalau ada satu suku yang sangat disegani oleh masyaikh saudi, namun berasal dari luar as su'udiyyah?"

"Suku apa itu ustadz?"

"Pernah dengar mauritaniyyah?"

"Belum ustadz, kenapa mereka disegani ustadz?"

"Karena kebiasaan mereka dalam menuntut 'ilmu yang sangat luar biasa... jika ada seorang anak kecil disana berumur 7 tahun belum hafal qur'an itu akan sangat memalukan kedua orangtuanya... bahkan 7 dari 13 doktor di mediu berasal dari mauritaniyyah."

"Masya Allah, bagaimana sistem pengajaran mereka?

"Pertanyaan anta jamil... memang kita bukan hanya harus takjub, tapi kita harus meniru sistem yang mereka gunakan. jadi begini akhi...
mereka itu mendapatkan pendidikan al qur'an bukan hanya sejak kecil, tapi sejak BAYI...
ketika ada seorang ibu hamil, dia tidak akan menghabiskan waktu hanya tidur di kasur. ibu tersebut akan menyibukkan diri untuk muroja'ah hafalannya... hingga ibu itu terasa letih karenanya...
setelah bayi itu lahir, keluarga yang akan muroja'ah... misalkan seorang anak akan muroja'ah kepada bapak atau ibunya, maka DIWAJIBKAN untuk dia muroja'ah di depan adiknya yang masih bayi pula...
jadi ketika ibunya sedang menggendong bayi tersebut, kakaknya muroja'ah kepada ibunya... kalaupun suara tangis bayi mengganggu kakaknya ya itulah tantangan untuk anak tersebut..."

"Masya Allah, lalu sistem ketika menginjak remaja gimana ustadz?"

"Ahsanta, ketika mereka berusia 7 tahun ke atas, mereka akan pergi kepada masyaikh untuk belajar agama. mereka tidak belajar di dalam kelas... jadi para masyaikh setempat membuat tenda di tengah gurun, dan di dalam tenda itulah proses belajar mengajar dilakukan... mungkin dalam fikiran kita menyakitkan karena panasnya. namun itu nikmat untuk mereka karena rasa ingin tau yang tinggi pada diri mereka menjadikan SEDIKIT 'ILMU adalah NIKMAT DAN RIZQI YANG MELIMPAH UNTUK MEREKA, BUKAN HARTA...!!!"

"Masya Allah Masya Allah Yaa Ustadz..."

"Na'am, ketika syaikh tersebut berkata, "istami'..." maka semuanya menatap syaikh tersebut dan menyimak dengan seksama. tidak ada yang berani menulis bahkan bermain pulpen, karena akan dimarahi... setelah syaikhnya menerangkan panjang lebar barulah mereka menulis... mereka menulispun juga bukan di selembar kertas. mereka menulis di batu, daun, kulit pohon atau sejenisnya yang mereka bawa dari rumah, kenapa tidak pakai kertas? karena memang itu dilarang, dan mereka hanya membawa selembar... setelah mereka menulis maka tulisan mereka yang berasal dari ingatan mereka itu ditunjukkan ke syaikh, kalau ada kesalahan maka akan dikembalikan untuk dibetulkan hingga semua santrinya menuliskan semua yang diucapkan syaikh... itu menunjukkan SYAIKH TERSEBUT HAFAL APA YANG DIUCAPKAN.
Masya Allah... Ketika semua santrinya telah menuliskan dengan benar maka syaikh memerintahkan untuk dihapus..."

"Dihapus ustadz? lalu mereka tidak punya catatan pelajaran hari itu dong?"

"Laa yaa akhi, ketika semuanya sudah benar itu menunjukkan pelajaran yang disampaikan oleh syaikh sudah HAFAL DI LUAR KEPALA. Jadi catatan mereka ya ingatan mereka itu... Setelah semuanya benar dan telah dihapus, maka syaikh melanjutkan pelajarannya... begitu seterusnya sampai pelajaran di hari itu habis. Setelah mereka pulang ke rumah, barulah apa yang mereka INGAT mereka tulis ulang dalam buku-buku mereka...
Di usia 17 tahun, mereka sudah bisa mengeluarkan fatwa, yang berarti mereka sudah menjadi MUFTI..."

"Masya Allah, merinding ana ustadz..."

"Jamil... Dulu ketika ana di lipia ada cerita menarik, dosen ana ketika ingin mencari atau mengingat-ingat sebuah hadits maka beliau bertanya kepada temannya yang masih berstatus mahasiswa S2, karena apa?
Karena ikhwan ini sudah hafal kutubus sittah, bulughul marom, shohihain, dan sekarang sedang menghafal musnad imam ahmad dan sudah hafal 2/3 nya... anta tau kan kitab-kitab tersebut tebalnya seperti apa? itu hanya masih tebalnya, belum isi dari kitab tersebut... BERAPA BANYAK HADITS YANG TERDAPAT DI KITAB ITU? Masya Allah.

Dan yang akan lebih mengherankan anta adalah, MEREKA BUKAN HANYA HAFAL MATAN HADITSNYA... NAMUN SAMPAI KE RIJALUL HADITS, PERAWI INI LAHIR TAHUN SEKIAN, MENINGGAL TAHUN SEKIAN, MENGAMBIL HADITS DARI SIAPA SAJA, DINYATAKAN TSIQAH ATAU TIDAK OLEH 'ULAMA, HINGGA DIA BISA MENENTUKAN SENDIRI SANAD HADITS TERSEBUT SHAHIH ATAU TIDAK TANPA MENCATUT PERKATAAN SEORANG MUHADDITS SEPERTI SYAIKH ALBANI KALAU HADITS TERSEBUT SHAHIH..."

"Masya Allah, merasa tidak punya apa-apa ustadz ketika menyadari di belahan bumi lain ada yang mempelajari agama hingga seperti itu..."

"Na'am, ana pun demikian... kalau anta ingat, ustadz erwandi tarmidzi pernah bilang seperti ini. "Janganlah kalian bangga ketika sudah hafal al qur'an, karena memang itu belum ada apa-apanya di kalangan penuntut 'ilmu, dan janganlah kalian bangga ketika sudah hafal hadits arbain, karena itu sudah sangat lazim di kalangan penuntut 'ilmu, janganlah kalian menjadi sombong dengan sedikitnya 'ilmu yang kalian miliki... karena bukannya 'ilmu itu akan bertambah malah bisa jadi akan berkurang. hafal qur'an hanyalah pintu untuk antum memasuki dunia para 'ulama, hadits arbain hanyalah dasar pijakan pertama antum memasuki dunia para 'ulama, namun kalian belum pantas disebut 'ulama..."

"Masya Allah, banyak faidah dari obrolan ini ustadz..."

"Jamil, makna dari zuhud itu apa? Al Faqir Wal Masakin kah? atau seperti apa menurut anta?"

"Yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang ditanya ustadz..."

"Ahsanta, Barakallahu fiik, zuhud adalah ketika kita mampu meninggalkan apa-apa saja yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat kita, al mislu: nonton YKS bermanfaat tidak untuk kehidupan akhirat kita?"

"Tidak ustadz."

"Jamil, maka tinggalkanlah hal yang serupa dengan itu dalam urusan duniawi kita kalau tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat kita... itulah zuhud."

"Ahsanta, lalu kenapa 'ulama dari mauritaniyyah tidak terkenal ustadz?"

"Karena kebiasaan mereka... mereka lebih disibukkan untuk belajar dan mengajar. Tidak ada yang namanya safari dakwah atau khuruj ke suatu tempat dan yang semisalnya... kalau kita butuh beliau, ya kita yang mengunjungi beliau... sebenarnya banyak 'ulama dari mauritaniyyah, coba saja cari 'ulama yang berakhiran 'as sinqithi'. Mereka adalah hasil didikan adat menuntut 'ilmu ala mauritaniyyah..."
"Syukran atas tadzkirahnya ustadz."
"'Afwan, sebenarnya ana juga sedang muhasabah diri, kalau diri kita belum dididik dengan sistem seperti itu, berarti tugas kita untuk mendidik anak cucu kita dengan sistem yang mereka miliki..."

Adzan Terakhir Sahabat Bilal

Sunday, February 9, 2014

Semua pasti tahu, bahwa pada masa Nabi, setiap masuk waktu sholat, maka yang mengumandangkan adzan adalah Bilal bin Rabah. Bilal ditunjuk karena memiliki suara yang indah. Pria berkulit hitam asal Afrika itu mempunyai suara emas yang khas. Posisinya semasa Nabi tak tergantikan oleh siapapun, kecuali saat perang saja, atau saat keluar kota bersama Nabi. Karena beliau tak pernah berpisah dengan Nabi, kemanapun Nabi pergi. Hingga Nabi menemui Allah ta’ala pada awal 11 Hijrah. Semenjak itulah Bilal menyatakan diri tidak akan mengumandangkan adzan lagi. Ketika Khalifah Abu Bakar Ra. memintanya untuk jadi mu’adzin kembali, dengan hati pilu nan sendu bilal berkata: “Biarkan aku jadi muadzin Nabi saja. Nabi telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”
 
Abu Bakar terus mendesaknya, dan Bilal pun bertanya: “Dahulu, ketika engkau membebaskanku dari siksaan Umayyah bin Khalaf. Apakah engkau membebaskanmu karena dirimu apa karena Allah?.” Abu Bakar Ra. hanya terdiam. “Jika engkau membebaskanku karena dirimu, maka aku bersedia jadi muadzinmu. Tetapi jika engkau dulu membebaskanku karena Allah, maka biarkan aku dengan keputusanku.” Dan Abu Bakar Ra. pun tak bisa lagi mendesak Bilal Ra. untuk kembali mengumandangkan adzan. 
 
Kesedihan sebab ditinggal wafat Nabi Saw., terus mengendap di hati Bilal Ra. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia ikut pasukan Fath Islamy menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria. Lama Bilal Ra tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Nabi Saw hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya: “Ya Bilal, wa maa hadzal  jafa’? Hai Bilal, kenapa engkau tak mengunjungiku? Kenapa sampai begini?.” Bilal pun bangun terperanjat, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah pada Nabi. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Nabi.
 
Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Nabi Saw., pada sang kekasih. Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa mendekati nya. Keduanya adalah cucunda Nabi Saw., Hasan dan Husein. Sembari mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Nabi Saw itu. Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal Ra.: “Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan buat kami? Kami ingin mengenang kakek kami.” Ketika itu, Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu, dan beliau juga memohon Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.
 
Bilal pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Nabi Saw masih hidup. Mulailah dia mengumandangkan adzan. Saat lafadz “Allahu Akbar” dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok nan agung, suara yang begitu dirindukan, itu telah kembali. Ketika Bilal meneriakkan kata “Asyhadu an laa ilaha illallah”, seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sembari berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.
 
Dan saat bilal mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Nabi, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai.

Hari itu, madinah mengenang masa saat masih ada Nabi Saw. Tak ada pribadi agung yang begitu dicintai seperti Nabi Saw. Dan adzan itu, adzan yang tak bisa dirampungkan itu, adalah adzan pertama sekaligus adzan terakhirnya Bilal Ra, semenjak Nabi Saw wafat. Dia tak pernah bersedia lagi mengumandangkan adzan, sebab kesedihan yang sangat segera mencabik-cabik hatinya mengenang seseorang yang karenanya derajat dirinya terangkat begitu tinggi...

Semoga kita dapat merasakan nikmatnya Rindu dan Cinta seperti yang Allah karuniakan kepada Sahabat Bilal bin Rabah Ra.
Aamiin...
Semoga bermanfaat dan Salam Ukhuwah 

Adab-adab berdo'a

Saturday, January 18, 2014
Adab-adab berdo'a banyak sekali, semuanya dianjurkan untuk dilaksanakan saat berdo'a agar ia menjadi penguat untuk dikabulkannya do'a. Diantara adab-adab itu adalah:


1. Membuka do'a dengan hamdalah dan pujian bagi Allah SWT dan shalawat atas Nabi Muhammad SAW

Sebagaiman hadist fadhalah bin Ubaid:

Tatkala Rasulullah saw duduk, tiba-tiba masuk seorang laki-laki lalu berdo'a: "Allahummaghfirli warhamni." Maka Rasulullah saw bersabda: "Kamu tergesa-gesa wahai orang yang berdo'a, jika kamu berdo'a maka duduklah, alu ucapkan pujian kepada Allah dengan sesuatu yang layak bagi-Nya dan bershalawatlah kepadaku kemudian berdo'alah." Kemudian ada laki-laki lain berdo'a setelah itu, ia mengucapkan pujian kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi, maka Nabi bersabda kepadanya: "Wahai orang yang berdo'a, berdo'alah engkau niscaya dikabulkan." (HR. Tirmidzi disahihkan Al-Bani)


2. Mengakui Dosa 

Mengakui dosa menunjukkan kesempurnaan ubudiyah kepada Allah swt, sebagaimana do'a Yunus a.s :


Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maka suci engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim." (QS. Al-Anbiya' : 87) 

Do'a orang yang terbangun di malam hari dengan do'a yang ma'tsur

Dari Ubadah bin Shamit ra., dari nabi Muhammad SAW, bahwasanya beliau bersabda, 
“Barangsiapa yang terjaga di malam hari, lalu mengucapkan: ‘Laa ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku walahul hamdu, wahuwaa ‘alaa kulli syai’in qadiir, Alhamdulillaah, wasubhanallaah, wa laa ilaaha illallaah, wallahu akbar, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah’ (Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nyalah seluruh kerajaan dan bagi-Nya pula segala pujian.Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.Segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah, tidak ada Tuhan selalin Allah, Allah Maha Besar.Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Kemudian mengucapkan: ‘Allahummaghfir lii’ (Ya Allah, ampunilah aku). Atau do’a yang lain, niscaya akan dikabulkan do’anya. Jika ia berwudhu’ dan shalat, maka diterimalah shalatnya” (HR. Bukhari, dll)



Berdo'a dengan menggunakan do'a dzun nun (Do'a Nabi Yunus 'Alaihissalam)



Dari Sa’ad bin Abi Waqash ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, 
"Do’a Dzun Nun (Nabi Yunus alaihissalam) ketika berada di dalam perut ikan: "Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu min Azh-zhaalimiin" 
Jika seorang berdo’a dengannya memohon sesuatu, niscaya Allah akan mengabulkannya.” (HR. Tirmidzi )

Do'a ketika mencari kebenaran


“Allaahumma arinaa al-haqqa haqqan fanattabi’uhu wa arinaa al-baathila baathilan fanajtanibuhu wa laa taj’al dzaalika mutasyaabihan ‘alainaa fanatba’u al-hawaa”


Artinya:

“Ya Allah, tampakkanlah kepada kami yang haq itu benar-benar haq, dan berilah kami hidayah untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah yang batil itu benar-benar bail, dan berilah kami keinginan untuk menjauhinya. Janganlah Engkau jadikan hal itu samar sehingga kami mengikuti hawa nafsu." (Kitab Quut Al-Quluub) 

Do'a ketika kebenaran didustakan

قالَ رَبِّ انْصُرْني‏ بِما كَذَّبُونِ

"Qaala rabbinshurnii bimaa kadzabuun"


Artinya:

"Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku." (QS. Al-Mu'minun [23] : 26)  

Do'a mohon dicintai dan mencintai Allah SWT



"Allahumma innii as'aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wa al'amala alladzii yuballighunii hubbaka. Allahummaj'al hubbaka ahabba ilayya min nafsii wa ahlii."


Artinya:

"Ya Allah, aku memohon curahan cinta-Mu dan kecintaan orang-orang yang mencintai-Mu serta memohon curahan amal yang dapat mengantarkan diriku mencintai-Mu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan kepada-Mu lebih tertanam dalam jiwaku melebihi kecintaanku kepada diri sendiri dan keluargaku." (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim)
 


 


Do'a mohon diringankan beban hidup

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
  
"Rabbanaa laa tu'aakhidznaa in nasiinaa au akhtha'naa. Rabbanaa wa laa tahmil 'alainaa ishran kamaa hamaltahu 'alalladziina min qablinaa. Rabbanaa wa laa tuhammillnaa maa laa thaaqata lanaabih. wa'fu'anna waghfirlanaa warhamnaa anta maulaanaa fanshurnaa 'alalqoumil kaafiriin" 


Artinya: 

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS. Al-Baqarah [2] : 286)

Do'a mohon ampunan dan terhindar dari siksa neraka

رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


"Rabbanaa innanaa aamannaa faghfirlanaa dzunuubanaa wa qinaa 'adzaaban naar"


Artinya:

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Al-'Imran [3] : 16)
 







Do'a mohon ampunan dan terhindar dari kedengkian terhadap orang-orang beriman

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ


"Rabbanaaghfirlanaa wa li ikhwaanina alladziina sabaquuna bil iimaani wa laa taj'al fii quluubinaa ghillan lilladziina aamanuu rabbanaa innaka ra'uufur rahiim"


Artinya:

"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Hasyr [59] : 10)

 

Do'a mohon ampunan pada hari perhitungan

 رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ


"Rabbanaghfirlii wa liwaalidayya wa lilmu'miniina yauma yaquumul hisaab"


Artinya:

"Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakannya Perhitungan (Hari Kiamat)." (QS. Ibrahim [14] : 41)




Do'a mohon khasiat kebaikan dari Al-qur'an



"Allahummaghfirlii bil qur'aani. Allahummarhamnii bil qur'aani. Allahummahdinii bil qur'aani. Allahummarzuqnii bil qur'aani."

Artinya:

"Ya Allah ampunilah aku dengan Al-qur'an. Ya Allah kasihilah aku dengan A-qur'an. Ya Allah berilah petunjuk kepadaku dengan A-qur'an. Ya Allah berilah rezeki kepadaku dengan Al-qur'an." (HR. Ibn Abi Syaibah)  

Do'a mohon diperbaiki urusan dunia dan akhirat

  اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي، وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي

  وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي، وَاجْعَلْ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلْ

الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ


"Allahumma 'ashlihlii diinilladzi huwa 'ishmatu 'amrii wa 'ashlihii dunyaayallatii fiiha ma'aasyii wa ashlihlii aakhiratillati fiihaa ma'aadii waj'alhayaata dziyaadatallii fii kulli khair waj'al mauta rahmatallii min kulli syarr"  


Artinya:

"Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang ia merupakan benteng pelindung bagi urusanku. Dan perbaikilah duniaku untukku yang ia menjadi tempat hidupku. Serta perbaikilah akhiratku yang ia menjadi tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagiku daam setiap kebaikan serta jadikanlah kematian sebagai kebebasan bagiku dari segala kejahatan."



Kisah Rasulullah SAW dan malaikat penghitung tetesan air hujan

Thursday, January 16, 2014
Diriwayatkan (Al-Mustadrah Syeikh An-Nuri, jilid 5: 355, hadis ke 72) bahwa Rasulullah saw bersabda,

“Disaat aku tiba di langit di malam Isra’ Miraj, aku melihat satu malaikat memiliki 1000 tangan, di setiap tangan ada 1000 jari. Aku melihatnya menghitung jarinya satu persatu. Aku bertanya kepada Jibril as, pendampingku, ‘Siapa gerangan malaikat itu, dan apa tugasnya?.’

Jibril berkata, Sesungguhnya dia adalah malaikat yang diberi tugaas untuk menghitung tetesan air hujan yang turun dari langit ke bumi.

"Rasululah saw bertanya kepada malaikat tadi, 

"Apakah kamu tahu berapa bilangan tetesan air hujan yang turun dari langit ke bumi sejak diciptakan Adam as?.

"Malaikat itupun berkata,

"Wahai Rasulullah saw, demi yang telah mengutusmu dengan hak (kebenaran), sesungguhnya aku mengetahui semua jumlah tetesan air hujan yang turun dari langit ke m=bumi dari mulai diciptakan Adam as sampai sekarang ini, begitu pula aku mengetahui jumlah tetesan yang turun ke laut, ke darat, ke hutan rimba, ke gunung-gunung, ke lembah-lembah, ke sungai-sungai, ke sawah-sawah dan ke tempat yang tidak diketahui manusia.

Puisi

Aku Merindukanmu, O Muhammadku
Oleh : KH. Ahmad Mustofa Bisri


Aku merindukkanmu, O Muhammadku
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa
Terus mempermainkan kelemahan
Air mataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
Mencari-cari tangan
Lembut-wibawamu

Dari dada-dada tipis papan
Terus kudengar suara serutan
Derita mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan tingkah-meningkah 
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar
Merdu-menghibur suaramu

Aku merindakanmu, O Muhammadku

Ribuan tangan gurita keserakahan
Menjulur-julur kesana kemari
Mencari mangsa memakan korban
Melilit bumi meratas harapan
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku
Mencoba memanggil-manggilmu

O Muhammadku, O Muhammadku !

Dimana-mana sesama saudara
Saling cakar berebut benar
Sambil terus berbuat kesalahan
 Qur'an dan sabdamu hanyaah kendaraan
Masing-masing mereka yang berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka
Mencoba mencarimu dalam sepi rinduku