On Thursday, January 16, 2014
Aku Merindukanmu, O Muhammadku
Oleh : KH. Ahmad Mustofa Bisri
Aku merindukkanmu, O Muhammadku
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah
yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa
Terus mempermainkan kelemahan
Air mataku pun mengalir mengikuti
panjang jalan
Mencari-cari tangan
Lembut-wibawamu
Dari dada-dada tipis papan
Terus kudengar suara serutan
Derita mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan
tingkah-meningkah
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar
Merdu-menghibur suaramu
Aku merindakanmu, O Muhammadku
Ribuan tangan gurita keserakahan
Menjulur-julur kesana kemari
Mencari mangsa memakan korban
Melilit bumi meratas harapan
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku
Mencoba memanggil-manggilmu
O Muhammadku, O Muhammadku !
Dimana-mana sesama saudara
Saling cakar berebut benar
Sambil terus berbuat kesalahan
Qur'an dan sabdamu hanyaah
kendaraan
Masing-masing mereka yang
berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka
Aku merindukanmu, O Muhammadku
Sekian banyak Abu Jahal Abu Lahab
Menitis ke sekian banyak umatmu
O Muhammadku -selawat dan salam
bagimu-
Bagaimana melawan gelombang kebodohan
Dan kecongkaan yang telah tergayakan
Bagaimana menerangi
Umat sendiri? O Muhammadku
Aku merindukanmu, O Muhammadku
Aku sungguh merindukanmu
Untuk Ali Jabbar dan Usma Awam di
Basrah
Inilah Basrah...
Tanah batu putih...
Tak pernah berhenti memerah...
Tak pernah lelah dijarah sejarah...
Inilah Basrah...
Pejuang Badar bernama Utbah
Membangun kota ini atas perintah Umar
A-Faruq sang Khalifah
Entah matra apa yag dibaca ketika
meletakkan batu permata
Sehingga kemudian setiap jengkal
tanahnya..
Tak henti-henti merekam nuansa seribu
satu cerita
Basrah yang murah... Basrah yang
merah...
Basrah yang ramah... Baasrah yang
pasrah...
Kota yang terus membatasi penduduknya
Dengan menambah jumah syuhada...
Inilah Basrah...
Disini Ali dan Aisyah... menantu dan
istri nabi
Mengumpukan dendam amarah...
Ghirah terhadap keyakinan
kebenaran...
Setelah mengantarkan Az-Zubair dan
Al-Haq,
Hawari-hawari nabi ke taman
kedamaian abadi yang dijanjikan
Inilah Basrah...
Disini Abu Musa dan Abul Hasan
Mematrikan nama Al-As'ari pada
lempeng sejarah
Inilah Basrah...
Disini berbaur seribu satu
aliran
Disini sunnah, syi'ah dan mu'tazilah,
Masing-masing bisa menjadi bid'ah
Di sini berhala pemutlakkan pendapat
terkapar oleh kekuasaan fitrah...
Inilah Basrah... mimbar khalwat
Al-Hasan A-Bashari dan Rabi'ah...
Inilah Basrah... tempat bercanda Abu
Nuas dan Walibah...
Inilah Basrah... tempat Al-Musayyab
dan syair-syairnya
Menghidupkan mirwat yang wah...
Inilah Basrah...
Tangan takdir penuh misteri
Menuntunku... tamu tak diundang ini
kemari
Aku menahan nafas...
Inikah Basrah...
Inilah Basrah... setelah perang Irak
Iran
Korma-korma yang masih pucat melambai
ramah...
Para pemuda, gadis dan bocah
Menyanyi dan menari tahniyah
Untuk penyair mirbat yang berpesta
merayakan
Entah kemenangan apa
Di sini jumat siang 25 Jumadil Ula
Sehabis menelan dan memuntahkan
puisi-puisi kebanggaan
Ratusan penyair dengan garang
berhamburan menyerang kambing-kambing guling...
Ikan-ikan shatul arab yang dipanggang
kering
Nasi samin dan roti segede-gede
piring...
Anggur dan korma kemurahan Basrah
Aku dilepas takdir ke tengah-tengah mereka...
Mengeroyok meja makan yang panjang...
Menelan puisi dan saji...
Sambil kuperhatikan wajah-wajah para
penyair...
Kalau-kalau... ah...
Sampai Walibah dan Abu Nawas pun tak
tampak ada...
Inilah Basrah...
Bersama para penyair yang lapar...
kutelan semuanya...
Bersama-sama menghabiskan apa yang
ada...
Sampai mentari ditelan bumi...
Dan aku pun tertelan habis-habisan...
Basrah mulai gelap...
Barangkali adzan maghrib sudah
dikumandangkan...
Tapi tampaknya tak satupun yang
mendengarnya...
Kami kekenyangan semua...
Dan aku, sambil bersendawa,
Merogoh saku mencari-cari rokokku...
Terasa kertas-kertas lusuh sanguku
dari rumah...
Puisi-puisi sufistik untuk A-bashari
dan Rabi;ah...
Tiba-tiba... aku ingin muntah...
Kuliah kedua zahid basrah itu... di
sudut sana sedang berbuka
Hanya dengan air mata...
Aku ingin lari bersembunyi tapi
kemana...
Tuhan... berilah aku setetes saja air
mata mereka...
Untuk mencairkan batu di dadaku...
Basrah... tolong, jangan rekam
kehadiranku...
Basrah, 1410 H